Penipuan Belanja Online Merebak: Akal-Akalan Toko Palsu dan Bea Cukai Ilegal Annisa Pratiwi, August 6, 2025August 11, 2025 Penipuan Belanja Online Melonjak, Warga Diminta Lebih Waspada beritapenipuan.com – Dalam dua pekan terakhir, jumlah laporan masyarakat terkait penipuan belanja online meningkat tajam. Fenomena ini menyasar pengguna e-commerce di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari pelajar, pekerja, hingga ibu rumah tangga. Penipu memanfaatkan akun toko online palsu yang menawarkan diskon besar dan harga tidak masuk akal. Setelah konsumen mentransfer dana, barang yang dijanjikan tidak pernah dikirim. Beberapa korban bahkan hanya menerima barang kosong, rusak, atau tidak sesuai pesanan. Lebih parah lagi, modus baru muncul melalui sistem pengembalian barang. Pelaku memanfaatkan kebijakan retur dengan meminta korban mengirim ulang produk. Namun, saldo korban tetap terpotong tanpa kompensasi. Akibatnya, pembeli kehilangan barang sekaligus uangnya. Penjahat Siber Manfaatkan Modus Bea Cukai Palsu Pelaku penipuan kini juga mengembangkan strategi baru melalui skema bea cukai fiktif. Mereka menghubungi korban dan mengaku sebagai petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam pesannya, pelaku menyebutkan bahwa ada paket yang tertahan dan memerlukan pembayaran tambahan agar bisa dikirimkan. Modus ini disebarkan melalui berbagai saluran seperti WhatsApp, email, dan SMS. Sering kali, pesan tersebut menyertakan tautan yang mengarah ke situs tiruan dengan tampilan menyerupai portal resmi. Tujuannya adalah membangun rasa percaya, sehingga korban tergoda untuk langsung mentransfer dana. Banyak korban tidak curiga karena memang sedang menunggu pengiriman dari luar negeri. Begitu pembayaran dilakukan, pelaku langsung menghilang dan memblokir nomor yang digunakan. Penjual Online Juga Jadi Target Lewat Skema Retur Palsu Penipuan tidak hanya menargetkan pembeli. Penjual online, terutama pelaku UMKM, juga menjadi korban lewat modus retur palsu. Pelaku membeli produk asli, lalu mengajukan pengembalian dengan alasan barang rusak. Namun, barang yang dikembalikan adalah produk tiruan atau tidak layak pakai. Karena sistem e-commerce sering kali mengandalkan proses otomatis tanpa verifikasi ketat, dana dikembalikan ke pembeli sebelum penjual bisa mengonfirmasi keaslian barang. Akibatnya, penjual mengalami kerugian ganda: kehilangan produk asli dan tidak menerima pembayaran. Modus ini semakin marak di platform besar yang mengutamakan kenyamanan pembeli, tanpa mempertimbangkan perlindungan maksimal bagi penjual. Bea Cukai dan E-Commerce Beri Peringatan Resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait penipuan yang mencatut nama institusi mereka. Pihak bea cukai menegaskan bahwa tidak pernah menagih biaya melalui pesan pribadi, baik lewat SMS maupun WhatsApp. Semua pemberitahuan resmi hanya dikirim melalui portal dan akun yang telah diverifikasi. Sementara itu, sejumlah platform e-commerce turut meminta pengguna untuk menghindari transaksi di luar sistem aplikasi. Masyarakat juga diminta memverifikasi reputasi toko, membaca ulasan pembeli lain, dan tidak tergoda harga yang terlalu murah. Jika menemukan aktivitas mencurigakan, pengguna diminta segera melaporkannya melalui fitur pelaporan yang tersedia di platform masing-masing. Literasi Digital Jadi Kunci Utama Melawan Penipuan Para pakar keamanan siber menekankan pentingnya edukasi digital sebagai pertahanan utama melawan kejahatan online. Masyarakat perlu dibekali kemampuan dasar untuk mengenali akun palsu, tautan phishing, serta pola pesan penipuan. Jangan pernah sembarangan mengklik tautan mencurigakan atau mentransfer dana ke rekening yang tidak jelas asal-usulnya. Selalu cek ulang kebenaran informasi melalui kanal resmi, dan jangan ragu untuk menunda transaksi jika merasa ada kejanggalan. Kewaspadaan dan pengetahuan digital yang memadai mampu menjadi benteng perlindungan paling efektif bagi setiap individu. Dengan begitu, potensi kerugian bisa ditekan dan ruang digital menjadi lebih aman bagi semua pihak. News pelaku siberpenipuan belanja online