Polisi Ungkap Sindikat Investasi Mobil Bodong di Pekanbaru, Ratusan Korban Rugi Miliaran

beritapenipuan.com – PT AAS menjalankan skema investasi mobil berjangka tiga tahun. Korban diminta setor mulai Rp80 juta hingga Rp159 juta, dengan janji keuntungan besar. Mereka boleh memakai mobil rental selama kontrak berjalan, bebas biaya servis dan pajak, serta mendapatkan refund sebesar 75% di akhir kontrak. Sayangnya, setelah tiga bulan, korban menyadari bahwa mobil yang dipakai bukan milik perusahaan. Kemudian ketika uang refund ditagih, tak ada jawaban jelas. Skema ini tumbuh seperti lubang tikus—“gali lubang, tutup lubang”—karena dana yang masuk digunakan untuk membayar operasional dan rental, bukan untuk investasi nyata.

Penyidikan Ungkap Jumlah Korban dan Nilai Kerugian

Polisi Pekanbaru mencatat skema investasi fiktif ini telah menjebak hampir 304 nasabah, dan diperkirakan melibatkan hingga 400 orang. Total kerugian mencapai lebih dari Rp40 miliar.

Penangkapan Tokoh di Balik Arisan Bodong

Penyelidikan mengarah ke tiga tersangka: FBM (Komisaris), KK (Direktur), dan DAW (Direktur Utama). Mereka ditangkap setelah korban membanjiri kantor PT AAS di Jalan Nenas, Kecamatan Sukajadi, dengan protes keras dan sempat menyandera komisaris. Polsek Senapelan segera mengambil langkah amankan situasi dan memproses laporan korban.

Perputaran Uang Dana Kosong tanpa Lisensi Resmi

Penyidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa uang dari para korban hanya dipakai untuk membayar rental mobil. Tidak ada izin resmi dari OJK maupun entitas legal lain. Alhasil, dana hanya dipindah antar korban untuk mempertahankan ilusi bisnis berjalan lancar.

Dampak dan Pelajaran Penting bagi Publik

Korban telah kehilangan dana signifikan dan menghadapi frustrasi emosional. Kasus ini menjadi peringatan keras: tawaran investasi menggiurkan tanpa regulasi dan bukti legal sering kali adalah jebakan. Sebaiknya hindari skema yang tidak resmi, periksa izin OJK, serta baca testimonial korban sebelumnya. Jika merasa dirugikan, segera laporkan ke pihak berwenang untuk mencegah penyebaran penipuan.