Modus Like dan Share di Media Sosial Jadi Perangkap Penipuan Berkedok Gaji Tinggi Annisa Pratiwi, August 8, 2025August 11, 2025 Modus Penipuan Digital Berkedok Misi Sosial Media Kian Marak, Waspadai Skemanya beritapenipuan.com – Jakarta, 8 Agustus 2025 — Modus penipuan digital terus berkembang mengikuti tren penggunaan media sosial. Belakangan ini, pelaku menggunakan skema yang terlihat sederhana namun menyesatkan: menawarkan bayaran tinggi hanya dengan menyukai, mengomentari, atau membagikan konten. Strategi ini menyasar pengguna aktif media sosial yang ingin memperoleh penghasilan tambahan dari rumah. Biasanya, pelaku menghubungi korban melalui pesan pribadi di WhatsApp, Telegram, atau DM Instagram dengan bahasa yang tampak profesional dan menjanjikan pendapatan harian. Penipu Kirim Imbalan Awal untuk Bangun Kepercayaan Skema penipuan dimulai dengan menawarkan “misi mudah”. Korban diminta menyukai atau mengomentari postingan tertentu, lalu dikirimkan imbalan kecil sebagai bukti bahwa pekerjaan tersebut nyata. Pada tahap ini, rasa percaya mulai tumbuh karena korban merasa benar-benar dibayar. Namun selanjutnya, pelaku menawarkan “misi premium” yang konon memiliki bayaran lebih besar. Untuk mengaksesnya, korban diminta menyetorkan dana sebagai syarat bergabung. Di sinilah jebakan finansial dimulai. Pelaku Gunakan Sistem Bertingkat untuk Meningkatkan Kerugian Setelah menyetor uang, korban digiring masuk ke dalam grup yang dikendalikan sepenuhnya oleh admin tak dikenal. Mereka dijanjikan promosi level, pendapatan pasif, hingga keuntungan besar jika mengajak anggota baru. Tiap level memerlukan “investasi tambahan”, dan pelaku terus menekan korban untuk menyetor dana lebih banyak agar bisa menarik “hasil kerja”. Saat korban menolak atau curiga, pelaku mulai meminta data pribadi seperti KTP, nomor rekening, dan bahkan PIN digital. Dalam beberapa kasus, penipu mengancam akan memblokir akun atau saldo digital korban jika tidak memenuhi permintaan. Setelah berhasil menguras dana, pelaku menghilang—grup dibubarkan, nomor dinonaktifkan, dan situs tidak bisa diakses kembali. OJK dan Polisi Tegaskan Skema Ini Termasuk Social Engineering Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama pihak kepolisian telah menerima puluhan laporan terkait penipuan bermodus ini. Mereka mengidentifikasi skema tersebut sebagai bentuk social engineering, di mana pelaku mengeksploitasi rasa percaya korban secara bertahap. OJK mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap tawaran kerja yang terlalu mudah, apalagi yang mengharuskan penyetoran dana pribadi. Jika tawaran mencurigakan datang melalui media sosial, masyarakat disarankan langsung memverifikasi melalui situs atau kontak resmi instansi terkait. Selain itu, masyarakat sebaiknya tidak memberikan data pribadi—seperti OTP, PIN, dan nomor rekening—kepada siapa pun, meskipun terlihat berasal dari akun terpercaya. Pemerintah dan Komunitas Digital Harus Perkuat Edukasi Pencegahan Pencegahan terhadap penipuan digital tidak bisa diserahkan kepada satu pihak saja. Pemerintah, komunitas digital, media sosial, dan lembaga edukasi harus bersinergi dalam menyebarkan informasi mengenai bahaya penipuan online. Literasi digital perlu diperkuat terutama untuk kelompok rentan seperti ibu rumah tangga, pelajar, dan pekerja informal. Materi edukasi bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti mengenali tanda-tanda link mencurigakan atau tawaran pekerjaan yang tidak masuk akal. Platform digital juga diminta untuk memperketat sistem verifikasi pengguna dan mengawasi penyalahgunaan fitur seperti grup, pesan massal, serta iklan. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperluas jangkauan edukasi digital, risiko penipuan berkedok pemasaran online dapat ditekan secara signifikan. Kolaborasi menjadi kunci utama dalam melindungi pengguna dari jebakan penipuan era digital. Outdoors