Deepfake dan Penipuan AI Ancam Layanan Kesehatan Berbasis Digital Annisa Pratiwi, November 21, 2025 Meta Description Ancaman deepfake dan penipuan berbasis AI semakin membayangi digitalisasi layanan kesehatan di Indonesia. Teknologi AI yang kian canggih membuat penciptaan identitas palsu semakin mudah sehingga sektor kesehatan membutuhkan sistem keamanan digital yang lebih kuat. Kata Kunci Frasa Utama deepfake dan penipuan AI di layanan kesehatan Slug URL (YOAST SEO) deepfake-penipuan-ai-ancam-layanan-kesehatan-digital Deepfake dan Penipuan AI Ancam Layanan Kesehatan Berbasis Digital di Indonesia JAKARTA, KOMPAS.com – Ancaman kejahatan siber berbasis kecerdasan buatan (AI) mulai menghantui proses digitalisasi layanan kesehatan di Indonesia. Risiko ini muncul terutama pada aspek keamanan data pasien dan validasi identitas, yang kini menjadi bagian penting dari ekosistem kesehatan digital. Niki Luhur Tekankan Pentingnya Validasi Identitas Digital Founder and Group CEO PT Indonesia Digital Identity (Vida), Niki Luhur, menegaskan bahwa perkembangan teknologi AI menuntut pendekatan baru dalam membangun kepercayaan digital. Ia menjelaskan bahwa kemampuan AI untuk menciptakan realitas palsu membuat identitas digital yang tervalidasi menjadi elemen dasar keamanan. Niki menyampaikan pandangannya lewat keterangan resmi pada Rabu (19/11/2025). Ia menekankan bahwa “AI bisa menciptakan realitas palsu yang semakin sulit dibedakan,” sehingga sistem validasi identitas harus semakin kuat. Untuk memperjelas situasi, Niki menunjuk pada transformasi digital sektor kesehatan yang kini menjadi prioritas banyak negara. Berdasarkan laporan WHO pada 2023, lebih dari 60 persen negara sudah memasukkan strategi digitalisasi layanan kesehatan ke dalam kebijakan nasional. Digitalisasi Layanan Kesehatan Tingkatkan Risiko Kebocoran Identitas Di Indonesia, integrasi data pasien secara real-time terus berjalan seiring percepatan digitalisasi layanan publik. Meski langkah ini membawa manfaat, proses tersebut juga membuka celah keamanan baru. Menurut Niki, situasi ini memunculkan bentuk kejahatan baru yang semakin kompleks, yaitu generative fraud, ketika AI membuat identitas atau dokumen palsu yang nyaris tak bisa dibedakan dari aslinya. Ia menyebut bahwa fenomena ini berbahaya karena pelaku bisa mengakses sistem kesehatan dengan identitas palsu, menyamar sebagai pasien, tenaga medis, atau bahkan pejabat. Kasus Deepfake di Asia Pasifik Meningkat Drastis Data terbaru menunjukkan peningkatan ancaman. Laporan Kompas.id mencatat bahwa kasus deepfake di kawasan Asia Pasifik melonjak 1.550 persen antara 2022 hingga 2023. Modusnya bervariasi, mulai dari voice cloning hingga video impersonation. Pelaku kerap meniru tenaga kesehatan atau pejabat untuk membobol sistem rumah sakit atau data pasien. Di tengah tren itu, Vida memantapkan diri sebagai mitra strategis penyedia kepercayaan digital (digital trust enabler). Perusahaan ini bertujuan memastikan hanya individu yang benar-benar berwenang yang dapat mengakses informasi medis. Tanda Tangan Digital Berperan sebagai Infrastruktur Kepercayaan Chief Operating Officer Vida, Victor Indajang, menegaskan bahwa tanda tangan digital kini berfungsi lebih dari sekadar syarat kepatuhan. Ia menjelaskan bahwa teknologi tersebut menjadi infrastruktur kepercayaan lintas industri, termasuk layanan kesehatan. Victor menambahkan bahwa tanda tangan digital memperkuat proses verifikasi identitas, otorisasi, serta audit trail dalam sistem digital. Penggunaan teknologinya mencakup seluruh proses penting, mulai dari pendaftaran pasien di rumah sakit, persetujuan tindakan medis, hingga klaim asuransi. Ia menegaskan bahwa Vida siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk membangun ekosistem digital yang lebih cepat, akurat, dan bebas penipuan. Kolaborasi Antar-Regulator Jadi Kunci Keamanan Siber Vida juga berpartisipasi dalam National Cybersecurity Connect 2025. Dalam forum tersebut, perusahaan menyoroti pentingnya kolaborasi antara regulator, industri, dan penyedia teknologi. Menurut perusahaan, kolaborasi menjadi strategi paling efektif untuk menciptakan sistem keamanan siber yang adaptif terhadap perkembangan AI. Untuk memperkuat argumen tersebut, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa kerugian akibat penipuan berbasis sosial dan OTP pada 2024 mencapai lebih dari Rp 2,5 triliun. Sementara itu, Vida Fraud Intelligence Report 2025 mengungkapkan bahwa 97 persen organisasi di Indonesia sudah pernah menjadi target serangan rekayasa sosial (social engineering). Keamanan Digital Menjadi Prioritas dalam Layanan Kesehatan Dengan meningkatnya ancaman deepfake dan pencurian identitas, sektor kesehatan perlu mengadopsi sistem keamanan yang lebih ketat. Transformasi digital hanya dapat berjalan jika publik merasa aman ketika data pribadi dan catatan medis mereka tersimpan dalam sistem. Ke depan, kolaborasi antara teknologi dan tata kelola yang kuat menjadi fondasi untuk menciptakan layanan kesehatan digital yang tepercaya. Outdoors