Berkedok Keturunan Hamengku Buwono VII, Pria Asal Kraton Yogyakarta Tipu Warga Klaten dengan ‘Surat Kekancingan’ Palsu Annisa Pratiwi, October 16, 2025October 31, 2025 beritapenipuan.com – Seorang pria berinisial TPS (60), warga Kemantren Kraton Kota Yogyakarta, ditangkap karena dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen. Ia mengaku sebagai keturunan Hamengku Buwono VII dan menyatakan memiliki wewenang memberikan surat kekancingan kepada warga yang berminat mengelola lahan Sultan Ground (SG) di wilayah Tanjungsari, Gunungkidul.Korban, warga Klaten berinisial A (25), tertarik karena janji akses langsung ke Keraton dan kemampuan mendapatkan izin eksklusif. Pelaku meminta sejumlah uang sebagai syarat pengurusan dokumen tersebut.Pelaku kemudian menyediakan dokumen palsu berupa surat kekancingan bertanggal 6 Juni 2023, kop “Tepas Darah Dalem”, fotokopi sertifikat Kasultanan, dan stempel bergambar mahkota HB VII. Semua itu digunakan agar korban percaya.Setelah menyerahkan uang, korban mulai membangun bangunan tiga lantai senilai sekitar Rp 900 juta di atas lahan 60 m² yang diklaim milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun kemudian terbukti bahwa lahan tersebut bukan untuk diperjual-belikan secara bebas. Bukti, Ketentuan Hukum dan Penegakan Pihak kepolisian Polda DIY melalui Direskrimum mengungkap bahwa lokasi tersebut tercatat sebagai lahan Kasultanan dan dilindungi oleh Undang-Undang Keistimewaan DIY No. 13/2012 serta Peraturan Gubernur DIY No. 49/2018. Oleh karena itu, penguasaan melalui surat kekancingan palsu jelas melanggar hukum.Polisi menyita barang bukti dari tersangka berupa stempel mahkota HB VII, salinan dokumen palsu dari kelurahan, serta surat kekancingan bodong. Kombes Ihsan selaku Dir Humas Polda DIY mengatakan bahwa modus seperti ini bukan sekadar penipuan sederhana. “Jika ada yang menjanjikan bisa mengurus tanah SG tanpa melalui Panitikismo, patut dicurigai,” tegasnya.Penyidikan juga menunjukkan bahwa tersangka merupakan residivis dengan modus serupa. Proses pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan klaim keturunan kerajaan menjadi bagian dari skema profesinya. Kasus ini menunjukkan bahwa aset budaya dan tanah keistimewaan seperti milik Kasultanan semakin rentan terhadap praktik penipuan yang dikemas secara meyakinkan. Warga yang memiliki harapan mendapatkan “izin istimewa” sering kali dijebak melalui klaim keturunan ataupun hak istimewa palsu.Dampak bagi korban sangat besar: bukan hanya kerugian finansial tetapi juga potensi kehilangan hak atas bangunan yang dibangun di atas lahan yang status hukumnya abu-abu. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga adat dan sistem pengelolaan lahan menjadi terdampak.Keraton sendiri memiliki mekanisme resmi untuk pengelolaan tanah melalui Kawedanan Hageng Panitikismo. Setiap pemanfaatan lahan Kasultanan harus melalui lembaga resmi tersebut dan tidak bisa diperjual-belikan secara bebas. Praktik yang mengabaikan ketentuan ini mengancam nilai budaya dan hukum warisan lokal. Langkah Pencegahan dan Kesimpulan Untuk mencegah agar kasus serupa tidak terulang, masyarakat perlu melakukan beberapa langkah. Pertama, verifikasi identitas pemberi dokumen dan pastikan memiliki otoritas resmi. Kedua, jangan tergiur klaim cepat dengan biaya tinggi untuk memperoleh “izin istimewa”. Ketiga, konsultasikan ke pihak Keraton atau Dinas Pertanahan setempat bila berhubungan dengan tanah keistimewaan.Pada akhirnya, kasus ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan. Klaim keturunan bangsawan atau pejabat kerajaan harus diuji secara hukum dan administratif. Warga yang terlibat pengurusan tanah keistimewaan harus memastikan prosesnya sah agar tidak jadi korban penipuan yang merugikan secara materi dan moral. Outdoors Gunungkidulkasus penipuan Yogyakartapemalsuan dokumenpenipuan lahan SGPolda DIYSultan Groundsurat kekancingan palsutanah Kasultanan